LIBAS NEWS7.COM-Mandailing Natal
23 Juli 2025 — Aroma busuk praktik pungutan liar (pungli) kembali tercium kuat di tubuh institusi Polri. Kali ini, Satpas Polres Mandailing Natal (Madina), Sumatra Utara, menjadi sorotan tajam usai muncul pengakuan dua warga yang dipaksa membayar hingga Rp1,5 juta untuk penerbitan SIM C—biaya yang mencolok jauh di atas tarif resmi negara.
ZNB dan SY, dua kakak beradik asal Kecamatan Penyambungan, Kabupaten Madina, secara blak-blakan mengungkapkan kepada awak media bahwa mereka dimintai uang masing-masing Rp1.500.000 saat mengurus SIM C di Satpas Polres Madina.
> “Satu orang satu juta lima ratus, Pak. Kami urus SIM C, prosesnya lewat Pak Rudi,” ujar mereka, Selasa (23/7), di depan area Satpas.
Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), biaya resmi penerbitan SIM C hanya Rp100.000. Artinya, dugaan pungli yang terjadi dalam kasus ini mencapai 1.400 persen lebih dari tarif sah. Fakta ini bukan hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga mempermalukan institusi yang semestinya menjadi teladan dalam menegakkan hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Madina AKBP Arie Sofandi maupun Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan belum memberikan pernyataan resmi. Respons lamban dari pucuk pimpinan ini memicu kemarahan publik, yang menuntut pengusutan tuntas serta tindakan tegas terhadap siapa pun yang terlibat.
Desakan keras pun muncul dari kalangan jurnalis dan aktivis antikorupsi di Sumatra Utara, yang meminta Kapolda segera turun tangan dan mencopot Kasatlantas Polres Madina, Iptu Abdul Anwar Ujung, S.H., bila terbukti lalai atau turut bermain dalam praktik tercela ini.
> “Kalau benar terjadi pungli dengan angka segila itu, tidak cukup hanya klarifikasi. Harus ada pencopotan jabatan, proses etik, bahkan pidana. Ini soal marwah institusi Polri,” tegas seorang jurnalis senior yang ikut mengawal kasus ini.
Kasus ini menjadi batu ujian bagi komitmen reformasi birokrasi dan transparansi layanan publik di tubuh Polri, khususnya Polda Sumut. Praktik semacam ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap semangat pelayanan prima kepada masyarakat.
Jika dibiarkan, Satpas akan terus menjadi ladang empuk bagi para calo dan oknum yang haus uang, sementara rakyat kecil dipaksa membayar mahal untuk hak yang seharusnya dilayani dengan jujur.
Masyarakat mendesak agar proses hukum dilakukan terbuka, disertai investigasi internal yang melibatkan Propam Polri dan Ombudsman RI. Jangan ada lagi kompromi atas nama solidaritas korps. Jika benar terbukti ada pungli, seluruh pihak yang terlibat—baik pelaku langsung maupun pembiar—harus diseret ke meja hukum.
Hingga kini meski berita telah terbit di berbagai media Kapolres maupun Kasatlantas polres Madina belum memberikan tanggapan maupun klarifikasi resmi terhadap publik secara transparan.(RUDI/TIM)