LIBAS NEWS7.COM-Batubara
Dunia penegakan hukum kembali tercoreng di Kabupaten Batubara. Dugaan pembiaran aktivitas galian C ilegal yang marak beroperasi di wilayah Kecamatan Lima Puluh, Empat Negri, kecamatan Medang deras desa Medang baru, dan kecamatan sei balai, menyeret nama Kapolres Batubara, AKBP Dolly Nainggolan. Bukti video, laporan, dan investigasi lapangan sudah disampaikan langsung kepada pihak kepolisian, namun fakta di lapangan menunjukkan aktivitas tambang ilegal itu tetap berjalan mulus tanpa hambatan.
Di tengah situasi ini, awak media mengancam akan melaporkan Kapolres Batubara ke Propam Polri. Bahkan, desakan pencopotan jabatan pun semakin menguat. Sebab, pembiaran atas pelanggaran hukum bukan hanya soal kelalaian, tetapi bentuk nyata dari pengkhianatan terhadap sumpah jabatan.
Aktivitas galian C tanpa izin jelas melanggar sejumlah regulasi.
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) jo. UU Nomor 3 Tahun 2020:
Pasal 158: “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH):
Pasal 98 ayat (1): “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup dipidana dengan penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.”
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
Pasal 421 KUHP: “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa seseorang melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.”
Pasal ini bisa menjerat aparat bila terbukti melakukan pembiaran atau penyalahgunaan kewenangan.
Persoalan ini tidak bisa hanya berhenti pada level Kapolres. Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan, wajib bertanggung jawab atas kinerja jajarannya. Diamnya seorang Kapolda terhadap situasi seperti ini akan menimbulkan tafsir buruk: apakah benar-benar tidak tahu, atau justru sengaja membiarkan?
Sebagai pucuk pimpinan, Kapolda dituntut untuk menindak tegas bawahannya yang terbukti tidak profesional. Jika Kapolres Batubara terbukti lalai atau bahkan “menghalalkan” aktivitas ilegal, maka tidak ada alasan untuk mempertahankannya di jabatan strategis. Pencopotan adalah jalan satu-satunya demi menjaga marwah institusi Polri.
Yang jelas,awak media bahwa kontrol pers bukanlah bentuk perlawanan terhadap institusi,melainkan menjalankan fungsi sosial sesuai undang undang mengawasi, mengingatkan, dan mendesak tegaknya hukum ditengah masyarakat.
(RD/RED)