Tudingan Kabid Humas Polda Sumut: Bentuk Pelecehan Terhadap Profesi Wartawan, Kapolda Diminta Tidak Tinggal Diam

LIBAS NEWS7.COM-Medan

Dunia pers di Sumatera Utara kembali dibuat resah oleh pernyataan kontroversial yang diduga merendahkan profesi wartawan. Ironisnya, ucapan tersebut justru datang dari pejabat kepolisian yang seharusnya menjadi corong informasi publik, yakni Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Ferry.

Dalam sebuah pesan WhatsApp kepada wartawan pada pukul 22:52 WIB, Ferry menuliskan:

> “Lae… dendam amat sama polisi, kayax ga ada yg baik kerja polisi dimata lae… dan sy yakin lae belum UKW… ya kan?”

Pernyataan bernada sinis itu sontak memicu kecaman. Alih-alih menjawab pertanyaan wartawan terkait dugaan pembiaran galian C ilegal di wilayah hukum Polres Batubara, Ferry justru menuding wartawan memiliki dendam pribadi terhadap polisi sekaligus meragukan kompetensi dengan menyebut belum lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW).

Ketika wartawan mempertanyakan tudingan tersebut dengan bertanya: “Lae sebut saya dendam sama polisi, emang salah pemberitaan di mana?”, Ferry hanya menambahkan kalimat: “Belajar lagi ya, tanya kawan-kawan yang sudah UKW.”

Wartawan kembali menegaskan agar Ferry menjelaskan maksud tudingannya. Namun, hingga akhir percakapan Kabid Humas Polda Sumut memilih bungkam dan tidak memberikan klarifikasi.

Bagi insan pers, tudingan tersebut bukanlah candaan biasa. Kalimat itu jelas dianggap sebagai pelecehan terhadap marwah profesi wartawan yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. UU tersebut menegaskan bahwa wartawan memiliki hak untuk mencari, memperoleh, serta menyebarkan informasi kepada publik.

Meragukan profesionalitas wartawan tanpa dasar yang jelas justru bertentangan dengan semangat kemitraan pers dan aparat penegak hukum. Kritik media terhadap aparat tidak bisa ditafsirkan sebagai dendam pribadi, melainkan wujud kontrol sosial agar penegakan hukum berjalan sesuai sumpah jabatan.

Tudingan Kabid Humas yang meragukan kompetensi wartawan dengan menyebut “belum UKW” juga menimbulkan pertanyaan: Apakah setiap wartawan wajib memiliki UKW berdasarkan hukum?

Faktanya, tidak ada satupun pasal dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mewajibkan wartawan harus memiliki sertifikat UKW untuk bisa menjalankan tugas jurnalistik. UKW adalah program yang diselenggarakan oleh Dewan Pers sebagai upaya meningkatkan profesionalitas, namun sifatnya bukan kewajiban hukum, melainkan standar etik dan kompetensi yang dianjurkan.

Dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 tentang Standar Kompetensi Wartawan, ditegaskan bahwa UKW adalah mekanisme penilaian kompetensi. Namun, tidak ada sanksi pidana maupun administratif bagi wartawan yang belum UKW. Dengan kata lain, wartawan tetap sah secara hukum dalam menjalankan profesinya meski belum mengikuti UKW.

Sehingga, pernyataan yang merendahkan wartawan hanya karena belum UKW jelas keliru dan bisa menyesatkan publik.

Polemik ini berawal dari sejumlah pemberitaan media online yang menyoroti dugaan pembiaran aktivitas galian C ilegal di Batubara. Judul-judul kritis seperti “Kapolres Batubara Harus Dicopot, Kapolda Sumut Jangan Tutup Mata atas Dugaan Pembiaran Galian C Ilegal” serta “Copot Jabatan Kapolres Batubara ‘Halalkan’ Galian C Ilegal” diterbitkan dengan dasar konfirmasi melalui kontak resmi Kabid Humas Polda Sumut.

Namun, bukannya penjelasan atau klarifikasi, wartawan justru menerima balasan bernada melecehkan.

Situasi ini menimbulkan reaksi keras dari kalangan jurnalis. Mereka menilai pernyataan Ferry bukan hanya menyerang individu wartawan, melainkan juga mencoreng martabat pers secara keseluruhan.

“Kapolda Sumut harus segera turun tangan. Jika dibiarkan, citra Polda Sumut akan semakin tercoreng. Seorang Kabid Humas tidak boleh asal bicara, apalagi melecehkan wartawan,” tegas seorang jurnalis senior di Medan.

Awak media mendesak agar Kabid Humas Kombes Pol Ferry memberikan klarifikasi resmi atas ucapannya. Tanpa adanya penjelasan terbuka, tudingan itu akan terus menjadi polemik yang merusak kepercayaan publik terhadap kemitraan pers dan kepolisian.

Kini sorotan publik tertuju kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan. Apakah ia akan menindak tegas bawahannya atau justru membiarkan sikap arogan yang bisa merusak hubungan polisi dan pers?

“Wartawan bukanlah musuh polisi. Menghormati wartawan berarti menghormati hak masyarakat untuk tahu. Kapolda tidak boleh tinggal diam,” ujar salah satu perwakilan organisasi pers di Sumut.

Pers adalah pilar keempat demokrasi. Kritik dari media bukan bentuk kebencian, melainkan fungsi kontrol sosial agar aparat tidak melenceng dari jalur hukum. Seorang pejabat humas semestinya menjawab dengan data dan fakta, bukan stigma serta tudingan personal.

Desakan awak media jelas: Kapolda Sumut diminta tidak tinggal diam, Kabid Humas harus memberikan klarifikasi resmi, dan kemitraan sehat antara polisi dan pers harus dikembalikan.(RD/TIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *