Pelapor Berceloteh Dua Oknum Penyidik Diduga Terima Uang Pelicin Penanganan Kasus Lansia Mandek

Batubara – Libas News7.Com

Aroma ketidak adilan kembali menyeruak dari balik dinding penyidikan Polres Batubara. Kasus yang menimpa seorang warga lanjut usia seolah menjadi potret buram wajah penegakan hukum di daerah: tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Adalah Piter Tampubolon, 69 tahun, warga Pematang Cengkring, Kecamatan Medang Deras, yang sejak 21 Oktober 2025 melapor ke Polres Batubara atas dugaan tindak pidana pengancaman sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP.
Laporan itu muncul setelah peristiwa pada 14 Mei 2025, di mana terlapor berinisial G.T (65) diduga melakukan intimidasi sambil mengayunkan parang ke arah Piter dan mengeluarkan kata-kata kasar.

Namun, alih-alih mendapatkan kepastian hukum, sang pelapor justru merasa diabaikan dan kecewa berat. Hingga kini, tak satu pun SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) diterimanya dari penyidik.

> “Saya belum pernah terima SP2HP. Penyidik tidak serius. Setiap kami ke Polres, mereka kerap menerima uang dari saya lewat istri saya,” ujar Piter kepada awak media, 4 November 2025, dengan nada getir.

Pernyataan Piter diperkuat oleh sang istri, Ika Rinda Boru Damanik, yang mengaku telah beberapa kali menyerahkan sejumlah uang kepada dua oknum penyidik yang disebutnya berinisial Simamora dan Tarigan.

> “Setiap datang ke Polres pasti ngasih uang. Simamora satu juta saya amplopkan, Sitarigan lima ratus, lalu dua ratus ribu. Tapi laporan kami tetap jalan di tempat. Telepon pun tak diangkat,” ucap Ika dengan kesal.

Jika benar pengakuan ini terjadi, maka publik patut marah. Sebab, dugaan adanya uang pelicin dalam penanganan perkara hukum bukan sekadar pelanggaran etik, tapi bentuk pengkhianatan terhadap sumpah profesi dan nilai-nilai keadilan yang dijunjung tinggi oleh Polri.

Awak media telah mencoba mengonfirmasi Kapolres Batubara, AKBP Dolly Nenggolan, melalui pesan WhatsApp pada 5 November 2025. Namun hingga berita ini diterbitkan, tidak ada tanggapan resmi yang diberikan.

Diam memang tidak selalu berarti salah. Tapi dalam isu seberat ini, diam justru memperkuat dugaan dan menambah keresahan publik.

Kasus ini tidak boleh berhenti di ruang gosip. Awak media bersama publik mendesak Propam Polda Sumut untuk segera melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap dua oknum penyidik Polres Batubara yang disebut-sebut menerima uang dari pihak pelapor.

Jika benar terbukti, tindakan tegas tanpa kompromi harus diberikan. Karena membiarkan praktik “uang pelicin” di ruang penyidikan sama saja menormalisasi kejahatan di dalam institusi penegak hukum itu sendiri.

Polisi adalah pelindung dan pengayom rakyat, bukan “petugas loket” yang baru bergerak setelah amplop berpindah tangan. Setiap rupiah yang diterima tanpa dasar resmi adalah racun yang menghancurkan kepercayaan masyarakat dan menjauhkan Polri dari makna sejatinya: Presisi, Profesional, dan Berintegritas.

Kasus Piter Tampubolon bukan sekadar laporan pidana ini adalah ujian moral bagi Polres Batubara. Apakah mereka akan menegakkan keadilan untuk seorang kakek berusia 69 tahun yang mencari perlindungan?
Atau justru membiarkan dugaan praktik kotor itu menjadi “kebiasaan yang dibiarkan”?

Propam Polda Sumut harus hadir. Publik menuntut transparansi.
Dan media akan terus mengawal.

Karena ketika hukum kehilangan integritasnya, maka rakyatlah yang pertama menjadi korban.(Rd/team)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *