Diduga Galian C Ilegal di Sei Balai Hukum Dilecehkan, Kapolres batubara Melindungi

BATUBARA-LIBAS NEWS7.COM

Kegiatan penambangan galian C ilegal di Kecamatan Sei Balai, Kabupaten Batubara, bukan hanya mencoreng wajah penegakan hukum, tetapi telah menjadi simbol nyata dari lemahnya profesionalisme aparat kepolisian yang seharusnya berdiri di garda terdepan dalam menjaga supremasi hukum.

Ironisnya, alih-alih ditindak tegas, aktivitas pengerukan tanah uruk yang secara terang-terangan dilakukan diduga tanpa izin itu justru tampak leluasa beroperasi. Puluhan truk dan ekskavator masih terlihat hilir mudik di lokasi pada tanggal 16 Agustus 2025, nyaris tanpa hambatan.

Yang lebih mengejutkan, keberanian para pelaku ini seolah mendapat legitimasi tersirat dari sikap pasif aparat. Bahkan, nama Kapolres Batubara, AKBP Dolly Nainggolan, mencuat ke permukaan sebagai sosok yang patut dipertanyakan integritas dan komitmennya terhadap penegakan hukum. Saat dikonfirmasi awak media pada 19 Juli 2025 melalui pesan WhatsApp, beliau hanya menjawab singkat, “Terkait info ini akan kami cek & tindak lanjuti. Trim kasih.” Namun, sebulan berlalu, tidak ada tanda-tanda tindakan nyata. Sebaliknya, aktivitas ilegal itu malah semakin marak.

Patut dicatat, galian C tanpa izin bukan sekadar pelanggaran administratif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, penambangan tanpa izin merupakan tindak pidana yang dapat dijerat dengan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar. Dengan dasar hukum yang sekuat itu, publik bertanya-tanya: Mengapa hukum seperti tak bergigi di Batubara?

Apakah ada pembiaran? Apakah ada permainan? Dugaan-dugaan ini wajar mencuat, apalagi ketika aparat terkesan tak bernyali menghadapi pelanggaran yang sangat kasat mata. Jika Kapolres Batubara tak mampu bertindak tegas, maka menjadi sangat masuk akal bila muncul desakan agar Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Whisnu Hermawan, segera mencopot AKBP Dolly Nainggolan dari jabatannya demi menjaga marwah institusi Polri.

Publik berhak mendapat perlindungan dari praktik ilegal yang merusak lingkungan, merugikan negara, dan merampas hak masyarakat atas lingkungan yang sehat. Alih-alih melindungi kepentingan umum, justru diduga kuat ada oknum aparat yang “bermain mata” dengan pelaku.

Sudah saatnya Polri menunjukkan taringnya. Jangan sampai institusi ini kehilangan kepercayaan rakyat hanya karena ulah segelintir oknum yang lupa pada sumpah jabatan dan tanggung jawab moralnya sebagai penegak hukum.

Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Hukum tidak bisa tunduk pada kekuasaan lokal, apalagi kepentingan ekonomi segelintir pihak. Jika aparat tak mampu menegakkan hukum, maka publik patut bersuara.(Rudi/tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *